Sapaan saya tetap yah. Untuk ibu-ibu pembelajar. Kata ibu adalah penyadaran. Bahwa masa muda kita telah lewat. Saat ini kita adalah seorang ibu. Dilihat, didengar, dicontoh, ditiru secara gamblang oleh anak-anak kita. Mereka tak punya daya untuk menyaring mana baik buruk. Segala yang dilakukan ibunya adalah inspirasi mereka.
Oh para ibu. Sadarilah peran ini sangat berat. Bersungguh-sungguh saat anak masih kecil. Berletih-letih di masa kanak-kanak mereka. Lebih mudah. Dari pada nanti mereka sudah besar, tidak bisa diarahkan. Justru pertarungan hebat terjadi saat mereka masih di bawah 7 tahun. Investasikan waktumu untuk mengasuh mereka dengan totalitas perjuangan.
Nanti apa yang kita tanam selama masa kecilnya. InsyaAllah akan kita tuai saat mereka dewasa. Lalu apa saja yang telah kita tanamkan pada jiwa anak kita? Sudahkah sesuai tuntunan Ilahi. Atau sebatas kata ahli.
Sungguh merugi jika menggunakan standar selain Islam. Cita-cita anak hanya akan sebatas segala yang sementara. Bukankah kita akan segera pergi pulang ke negeri akhirat? Hujamkan cita-cita anak tentang keabadian yang dijanjikan Allah. Dialah yang menitipkan anak kepada kita. Serta segala yang kita miliki saat ini. Cuma titipan. Nanti akan dikembalikan baik secara sukarela maupun terpaksa. Dialah yang Maha Memaksakan Kehendak. Tidak ada yang berhak menanyakan "Mengapa ini terjadi padaku?". Terima. Akui diri hanya hamba yang mengikuti kurikulum pendidikan dariNya. Jawaban mengapa suatu hal terjadi padamu adalah... jelas. Sebab Allah menginginkan itu terjadi padamu. Sudah tertulis di lauh mahfudz. Jauh sebelum dunia ini dicipta. Tugas kita hanya berbuat yang terbaik, hasil ditentukan olehNya.
Saya sendiri merasa, musibah adalah petunjuk. Bahwa tidak ada yang pantas diharap di dunia ini. Semuanya melelahkan, mengecewakan. Jauh nyata dari harap. Semakin besar cobaan, semakin besar pula muak pada dunia. Berapa lama lagi aku harus tinggal Ya Rabb?
Bahagia hanya sekejab. Sakit, lelah, sepi berlangsung setiap nafas. Hanya cahayaMu yang membuat saya bisa bertahan sampai detik ini. Namun saat membaca kisah para orang-orang shalih dalam kitab. Betapa ujian yang saya hadapi tak ada secuil pun dari mereka yang mulia. Para nabi dan rasul, serta keluarga dan sahabatnya adalah penawar. Obat dari segala kegusaran hati. Teladan akhlak dalam menyikapi semua persoalan yang kecil ini.
Baiklah, puasa week 2 kelas kepompong saya adalah begadang. Alhamdulillah lumayan berhasil menidurkan anak-anak di bawah jam 9 malam. Sehingga mereka bisa bangun sekitar jam 6 pagi. Kemudian belajar di rumah sampai siang. Lalu bermain bebas sampai sore waktunya video call dengan guru ngaji.
Rupanya banyak juga lho walimurid yang mengabaikan tugas-tugas dari sekolah. Kata bu guru, beberapa anak tidak mengumpulkan tugas. Orangtuanya juga tidak ada respon. Oh malangnya anak itu. Orangtuanya melalaikan pendidikan anaknya. Mungkin mereka hanya ingin menyerahkan kepintaran anak ke sekolah. Tak ada urusan orangtua mengajar apalagi membantu anak membuat tugas yang seabrek banyaknya.
Serius. Selama pandemik ini, tugas dari sekolah lebih banyak dari biasanya. Tugas orangtua jadi dobel-dobel. Biasanya mengurus pekerjaan, eh sekarang jadi mengurus tugas anak pula. Bayangkan yang punya 3 orang anak. Maka ada 3 tugas yang harus dikirim ke guru yang berbeda, setiap hari. Beratnya. Alhamdulillah anak saya cuma 1 yang sudah sekolah. Walau baru kelas TK B, ada lebih dari 1 tugas harian. Sebetulnya mudah jika yang mengerjakan ibunya. Tapi anak harus mengerjakan sendiri kan. Itu tanggung jawabnya dari sekolah. Nah jika ada yang masih meremehkan tugas ibu di rumah. Cobalah mereka itu merasakannya terlebih dahulu. Berat dan akan lebih berat jika dijalani bukan untuk ibadah menggapai ridho Allah.
#janganlupabahagia
#jurnalpuasamingguke2
#materi1
#kelaskepomponh
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar