Minggu ke empat dari delapan mentorship. Artinya kita sampai di pertengahan jalan. Saatnya ambil jeda untuk memikirkan setengah perjalanan yang telah lalu. Apakah sesuai yang kita harapkan? atau tidak.
Peran sebagai mentor rasanya lebih baik daripada mentee. Saya akui lebih sulit jadi mentee yang baik daripada jadi mentor. Ngajari orang lain lebih mudah daripada ngajari diri sendiri untuk bergerak. Demi orang lain kita berbuat lebih banyak, agar kelihatan wah. Sementara untuk diri sendiri, lalai. Rencana yang dibuat untuk diri sendiri banyak terabaikan. Oh betapa lengah diri ini.
Posisi mentor tentang membersihkan hati bisa saya perankan sepenuh hati sebab saya sendiri sedang menjadi mentee di bidang ini. Sehingga otomatis apa yang saya dapatkan dan jalankan bisa langsung ditransfer ke mentee. Beliau bilang pernah mengalami masa sulit sampai berada di titik ingin mati saja. Jujur saja, ini umum dialami oleh orang yang sedang hijrah. Makin tinggi iman seseorang, justru makin berat ujian yang menimpa. Seolah Allah ingin berkata: tunjukkan besarnya cintamu padaku, buktikan kau mampu melewati duri dan mengarungi badai demi menggapai cintaKu. Ingat kisah Nabi Zakaria yang badannya terbelah dua oleh gergaji. Maryam mengandung, terusir dari kampungnya, melahirkan dan membesarkan anaknya sendirian. Fatimah menahan lapar, mengurus ayahnya, memilih hidup dalam kemiskinan penuh syukur serta selalu menyembunyikan kecantikannya.
Perjalanan hijrah membersihkan hati adalah seumur hidup. Sikap kita menghadapi ujian benar-benar menguras emosi dan air mata. Ditinggalkan, dipisahkan, kesendirian, penyakit, fitnah, kemiskinan, kelaparan, dan dizolimi. Itu biasa. Semua orang hijrah akan mengalaminya. Tidak manusiawi jika merespon ujian-ujian itu dengan marah, kecewa, putus asa. Allah berfirman siapa yang tidak ridho dengan ketetapanKu maka carilah Tuhan lain selainKu. Jadi apalagi yang bisa dilakukan selain berserah? Betul-betul menyerahkan keputusan padaNya. Itulah yang diinginkanNya. 100% tawakkal. Hei ingat tawakkal itu bukan kata pasif. Sebaliknya, tawakkal adalah kata aktif, kata kerja yang menuntut kita membuktikan diri. Berusaha menjauhi larangan dan memenuhi perintah semampunya.
Selanjutnya cerita menjadi mentee berkisah. Hari ini saya mengisahkan tentang perang Khaibar kepada anak saya yang 5 tahun. Dia memang selalu suka dengan kisah. Masalahnya adalah saya sendiri yang tidak konsisten berkisah setiap hari. Padahal manfaat berkisah ini sangat besar. Anak jadi fasih ngomong dan bercerita panjang lebar. Anak jadi lebih percaya diri. Punya imajinasi besar. Mampu memahami pesan dan menceritakan kembali pada orang lain.
Baiklah di setengah perjalanan mentorship mendatang, saya akan lebih konsisten berkisah. Caranya: membuat daftar kisah harian senin sampai minggu. Menjadwalkan waktu berkisah saat bangun pagi dan tidur malam karena bagi anak saya itu waktu yang sangat dia butuhkan untuk bersama dengan saya. Kemudian hasil dari berkisah bisa dilihat pada karakter yang anak saya munculkan di channel youtubenya berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar