Selasa, 17 Maret 2020

Siap Jadi Kepompong


Assalamualaikum ibu-ibu pembelajar...

Berakhirnya kelas buncek tahap ulat-ulat pada minggu ini melegakan sekali. Setiap minggu, kami harus rela kehilangan teman belajar yang terpaksa harus menghentikan langkah di kelas. Mereka terkena drop out sebab tidak mengerjakan tugas sesuai deadline. Dengan jadwal yang intense, Rabu bertemu, kamis diskusi, Jumat merenung, Sabtu-Minggu hari keluarga sambil berpikir, Senin mulai mengerjakan, dan terakhir Selasa mengirimkan tugas.

Sungguh yang bertahan adalah para ibu pejuang cinta keluarga. Mau berletih mencerna materi. Sanggup mengatur waktu walau berpeluh. Tidak mengeluh di tengah pilu. Serta komitmen pada aturan demi ilmu pengetahuan.

Berapa banyak ibu di luar sana yang mampu menerima amanah dengan ikhlas, bahagia, dan penuh kepatuhan. Tentu lebih banyak yang abai daripada yang amanah. Itulah fitrah dunia. Tinggal kita mau berubah atau pasrah?

Pasrah pada kehidupan biar berjalan seperti air mengalir. Tanpa tujuan, batas waktu sampai kapan begini? Oh no. Itu adalah pilihan orang-orang yang menyerah. Buktikan bahwa kita adalah pejuang kebenaran. Mau berubah untuk kebaikan masa depan.



Saat ini diri kita terpapar pemikiran yang tidak sesuai ajaran s
ang Nabi. Akankah kita mencari jalan tuk kembali ataukah berdiam diri? Bahwa seorang perempuan memiliki potensi untuk berkarya setara dengan lelaki. Harus berpenghasilan sebesar lelaki. Berkiprah sama dengan lelaki. Tak ada batasan. Ya boleh. Boleh saja mengikuti pemahaman seperti itu jika perempuan itu mau dan mampu.  Sebenarnya perempuan tetaplah berbeda dengan lelaki. Secara fisik dan psikis, perbedaan itu nyata adanya. Sehingga akhirnya saya menerima kenyataan. Memutuskan untuk memilih setara dalam hal kehormatan, kemuliaan, literasi pengetahuan, dan ketaqwaan. Soal karya dan kiprah, saya memilih untuk produktif di ranah domestik. Sama-sama keren, bisa bekerja dan berpenghasilan. Hanya beda lajur arah, namun bertemu di persimpangan.

Sementara itu, anak kita terpapar gaya hidup serba instan sedari usia dini. Mau makan ada fast food. Jika bosan tinggal main games di handphone. Tidak bisa diam langsung diperlihatkan video youtube. Ingin jalan-jalan otomatis naik taksi online. Lalu saat keinginan tak dituruti yang terjadi adalah amukan besar. Dimana waktu bagi anak untuk mengerti adab, sopan santun, dan menghargai proses? Itu porsi orangtua di rumah. Sekolah sudah cukup repot dengan segala target kognitif pendidikan bagi otak. Bukan untuk jiwa dan perasaan anak. Jangan merasa telah selesai tugas setelah menyekolahkan anak. Itu hanya satu aspek kebutuhan. Sudah saatnya orangtua peduli untuk memberi asupan makanan bagi jiwa anak yang kering. Itulah sumber dari kenakalan remaja. Usia sudah di atas 15 tahun tapi perilaku kekanakan, jauh dari kata matang apalagi dewasa. Parah.

Komunitas ibu profesional menjawab tantangan jaman dengan mendewasakan sang ibu. Dialah garda terdepan dalam membentuk lingkungan keluarga. Unit terkecil dalam masyarakat yang mampu mengubah wajah generasi masa depan. Satu anak baik jauh lebih berhak mendapat penghargaan daripada anak yang sekedar pintar. Tentu lebih sempurna lagi jika para ibu profesional mampu mencetak generasi baik sekaligus pintar.  InsyaAllah.

#bundacekatan #kelasulat #institutibuprofesional #aliranrasatahapulat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masterminds dan False Celebration