Selasa, 01 Januari 2019

Resolusi Baru


Hi Assalamualaikum. Ini tulisan pertama saya setelah lama sekali cuti dari dunia kepenulisan. Hilang arah dan merasa sibuk dengan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga yang rasanya tak pernah selesai. Di tahun baru ini ingin rasanya punya resolusi. Punya semangat yang membangunkan tidur di waktu subuh. Menghidupkan passion lagi. Tak sekedar wacana. Bukan "pupuk bawang".

Malam 31 Desember 2018, di saat yang lain sibuk berpesta di luar rumah. Bersuka cita merayakan tahun baru. Tapi saya tidak. Di rumah saja. Suami bilang malas mau keluar, pasti macet. Kalau ingin jalan-jalan di malam hari kan bisa hari apa saja. Lagipula anak pertama kami sudah tidur dan anak kedua yang bayi sudah ngantuk. Fix tahun baruan di rumah.

Pillow talk time. Saya memulai pertanyaan, "Bikin resolusi tahun baru?". Gak. Hanya ingin semua lebih baik. Kedengaran simpel tapi menjebak. Logikanya kan gini. Semua orang juga sama. Mau punya kehidupan yang lebih baik. Tapi tidak semua orang mau benar-benar serius menempuh jalan sulit dan melelahkan.

Tergantung siapa yang ngomong. Saya sudah mengenalinya. Yakin deh meski dia tidak punya resolusi tertentu tapi pasti dia berkomitmen tuk menjalani usaha yang keras mencapai segalanya lebih baik. Karena selama ini dia sudah seperti itu. Bertahun lamanya. Selalu memberikan yang terbaik. Tentu ditambah dengan doa orang tua, keluarga dekat, plus rahmat Ilahi yang perlu di mention. Sebab saya tipe yang meyakini tidak semua berasal dari usaha diri sendiri, tentu ada faktor semesta yang mendukung.

Kemudian ia balik bertanya, "kalau kamu gimana?". Otak mulai berputar, ingin menyebut mimpi yang belum tercapai tapi kok malu. Sebab selama ini saya menghentikan aktivitas personal development beralasan tuk mengurus anak-anak. Padahal tidak 100% saya mengurus anak sendiri seperti saat kami merantau keluar kota dulu. Hampir satu tahun ini ada keluarga saya yang membantu ngemong anak. Walau ada dua balita, saya bisa mengurus beberapa online shop yang menghasilkan keuntungan tak seberapa nilainya dibandingkan mimpi besar saya yang mungkin terlalu besar untuk saat ini.

Baiklah saya memberanikan diri menyebutkan mimpi-mimpi besar itu. Seolah bisa menebak. Responnya sanksi. Yah apa boleh buat. Kalau saya jadi dia pasti melakukan hal yang sama. Lagi-lagi tergantung siapa orang yang ngomong. Selama ini kami saling memahami, sudah tahu sifat masing-masing. Termasuk harga dari komitmennya. Terkecuali ia berubah menjadi pribadi baru. Yes. Baru kepribadiannya. Baru sifatnya. Barulah resolusi bisa terwujud.

Percuma. Sia-sia saja bikin rencana hebat ini itu. Buang-buang waktu saja mengikuti berbagai acara motivasi jika tidak ada aksi setelahnya. Ah sudahlah. Itu kan orang lain. Bukan saya. Buktinya saya mau berubah. Indikator keberhasilan saya adalah kualitas dan kuantitas dari tulisan saya yang dipublish secara online. Supaya bisa dinilai publik dan semoga bermanfaat menjadi amal. InsyaAllah.

Saatnya buka hape/laptop untuk create something. Bukan menjadi consumer tanpa arah yang kerjaannya scroll-scroll ga jelas. Hiks *tunjuk diri sendiri. Okay see you on the next post yah. Bismillah commit.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masterminds dan False Celebration