Kamis, 03 Januari 2019

Merindukan Masa Lalu


Dulu saya pernah sangat amat keren sekali. Lihat. Ada berapa kata hiperbola di kalimat pertama itu. Banyak yah. Artinya memang saya pernah merasa betul-betul keren. Bahkan tak pernah terbayang akan mampu mencapai titik setinggi itu.

Plak!

Itu dulu.

Woiii bangun. Mimpi kok diterus-terusin. Malu kali. Tengok kanan kiri. No one look at me. Ngaca depan cermin. Ah rupanya hanya saya. Seorang pemalas yang bercita-cita besar. Paginya dipenuhi ketergesaan, siangnya keteteran, sorenya kelelahan, dan malamnya penuh penyesalan. Kapan semua ini akan berakhir? Bosan dengan semua omong kosong ini. I quit.

This is my confession. Pertama, entah dulu memang betulan keren atau saya hanya "merasa" padahal tidak sama sekali. Haha. Jika memang hanya perasaan saja kan tak seharusnya saya bisa meraih berbagai penghargaan dan beasiswa. Berarti anggapan hanya merasa keren terbantahkan. Lanjut kedua, dulu saya kan bebas karena tak ada kewajiban ngurus anak dan rumah tangga sehingga waktu full untuk berkarya. Ini namanya ngeles. Lihat tuh di luar sana banyak emak-emak hebat meski anaknya segudang masih bisa berprestasi. Bahkan ada yang keluarganya sukses, karyanya diakui level nasional dan internasional, serta mampu memberdayakan umat. Okay ketiga, mungkin emak-emak jenis itu keluarga dan lingkungannya mendukung, nah saya kan sendirian tidak ada yang bantuin. Eits siapa bilang. Googling nih biografi emak-emak jaman now yang super produktif seperti Bu Septi Peni, Bu Tatty Elmir, Ummu Balqis, dan lainnya. Mereka punya karya, gerakan, dan passion masing-masing, fokus disitu dan berhasil baik di keluarganya serta projectnya. Coba dong temukan jalanmu sendiri dan tekuni, yakin aja sukses itu menghampiri siapapun yang siap.

Baiklah mencoba bernapas panjang. Hembuskan. Ingat bahwa masa keren saya telah berlalu beberapa tahun lalu. Untuk menjadi muslimah keren harus mulai dari nol lagi. Dan itu butuh niat yang benar lillahitaala dan strong reason. Bagi saya yaitu ingin bermanfaat bagi sesama. Simpel. Karena saya yakin punya something difference. Jika tak ditunjukkan maka saya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Maha Pemberi Berkah. Duh betapa takutnya. Jangankan olehNya, sekarang saja sudah ada beberapa penuntut yang menunggu karya saya. Misalnya pak suami, anak-anak, keluarga dekat, dan sahabat-sahabat lama. Bukankah itu bukti yang cukup memang sudah waktunya keluar dari comfort zone saya selama ini?

Masalah terbesar adalah saya merasa tak punya waktu untuk diri sendiri. Bisa mandi, makan, dan tidur dengan benar saja sudah bersyukur sekali. Gimana mau mikir bikin karya yang membutuhkan waktu tak sedikit. Kekhawatiran menyerang kalau anak saya kekurangan waktu bermain dan belajar bareng ibunya? Golden time tak kan pernah terulang. Gagal mendidik anak tak bisa diperbaiki. Sedangkan gagal di bidang lain masih bisa dikejar. Hmmm. Menyerah sebelum bertanding. Lagi-lagi pesimis. Negative thinking. Solusinya prioritize. Anak yang ditemani selama 24 jam oleh ibunya belum tentu lebih bahagia dibandingkan hanya 5 jam tapi berkualitas. Saya kan sudah mempelajari soal ini. Tapi kurang yakin. Now believe in your self. With Him nothing impossible.

Tiga amunisi untuk bergerak telah cukup sebenarnya. Yaitu tekad mau berubah, prioritizing skill, dan confidence. Tinggal daily consistency saja. Ayo dong saya bisa. Please. Support me, my self! I believe in you, my self. You are my true partner, my inner power, my strength.

Dulu ya dulu. Telah berlalu. Tak perlu dirindu.
Kini saatnya susun langkah baru. Fix.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masterminds dan False Celebration